Kamis, 04 Juli 2019

TIDAK ADA TOLERANSI PADA AMALAN BID'AH
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Bagaimana bisa kita toleransi dengan amalan yang tidak ada tuntunan Dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam.

Kita tidak boleh toleransi pada hal yang salah. Tidak ada toleransi pada penyimpangan dan amalan bid'ah. Karena bid'ah merusak persatuan ummat dan merusak agama.

Misalnya soal Tahlilan atau Yasinan. Salafi akan mengatakan dengan tegas bahwa tahlilan ataupun maulidan termasuk perkara bid'ah dalam agama. Sebab hal tersebut tidak ada tuntunan dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.

Kalau amalan tersebut salah dan tidak ada dasarnya dalam agama islam maka wajib kita menyampaikannya. Agar kaum muslimin yang tahu bahwa hal tersebut termasuk bid'ah dalam beragama.

Jika mereka masih berfikiran bahwa kaum muslimin itu harus saling toleransi untuk memaklumi amalan kelompok lain, Kalau kayak begini maka makin banyak yang binggung. Mungkin akan hidup dalam kebingungan. Karena yang awwam akan bertanya-tanya siapa sih yang paling benar? Kami harus bermajelis dengan yang mana ?

Maka dari itulah kita sesama kaum muslimin harus saling menasehati. Sebab Ahlussunnah sangat menjunjung tinggi nasehat- menasehati sesama kaum muslimin. Kita sampaikan mana yang amalan bid'ah dan mana yang amalan sunnah. Wajib dijelaskan agar kaum muslimin ga sampai terjerumus dalam menyelisihi ajaran Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.

Wallahu Ta'ala a'lam Bish-shawab
__________

✏ YUNI
TUTUPLAH AIB SAUDARAMU, APALAGI DIA SUDAH BERTAUBAT DARI PERBUATAN TERSEBUT.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Bismillah...

Ketika asyik membicarakan kekurangan ataupun aib orang lain seakan lupa dengan diri sendiri. Seolah diri sendiri sudah sempurna dan tak ada cacat maupun cela sama sekali.

Padahal diri ini penuh dengan kekurangan, aib, cacat, dan cela.

Apalagi orang yang kita buka aibnya di masa lalu dan sekarang sudah bertaubat dari perbuatan tersebut.

Hendaknya kita lebih menyibukkan diri untuk memeriksa aib sendiri. Dengan menyibukkan memeriksa aib sendiri saja sudah menghabiskan banyak waktu tanpa sempat memikirkan dan mencari tahu aib orang lain.

Biarlah, aib-aib tersebut menjadi pelajaran berharga bagi kita, agar kita bisa menjaga diri dari segala celah yang dapat menjatuhkan kita pada kubangan dosa yang serupa.

Hendaknya kita lebih meningkatkan ketaqwaan kita, memperbanyak amal shalih.

Renungkanlah hadits ini :

“Tidaklah seorang hamba menutupi aib hamba lainnya di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak.”
(HR. Muslim no. 2590)

Wallahu waliyyut taufiq

______________________________
Hamba yang tak luput dari dosa

✏ Yuni
SUNGGUH INI FITNAH YANG KEJI dari FP ALA_NU .

Mereka mengatakan Wahhabi ( gelaran untuk salafi) MEMBENCI RASULULLAH SHALALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM. DAN TIDAK MENGHORMATI RASULULLAH SHALALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM.

Kata mereka wahhabi berani menvonis ayah dan ibunda Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam masuk neraka.

Padahal kita dilarang untuk mengatakan seseorang itu penghuni surga atau neraka dengan akal dan perasaan kita. Bahkan untuk memastikan seseorang itu penghuni surga atau neraka kita harus memiliki bukti dan dalil yang shahih yang menerangkan hal tersebut.

Nah bukankah dalil keberadaan orang tua Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam sudah jelas dan ada akan hal itu...

Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa ada seseorang yang bertanya,

“Wahai Rasulullah di mana tempat kembali bapakku?”

“Di neraka.”

Ketika orang tersebut berpaling, Rasul memanggilnya lantas berkata,

“Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka.”

 (HR. Muslim, no. 203)

Lalu mau di syarah bagaimana lagi hadits diatas? bukankah sudah jelas.

Harusnya kalau sudah ada dalil shahih kita harus sami' na wa atho' na.

Dan ketahuilah bahwa kami beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beriman atas semua berita yang beliau sampaikan. Membenarkan dakwah beliau walaupun mungkin bisa jadi bertentangan dengan perasaan.

Ini masalah iman, bukan masalah perasaan.

Kita semua sebagai ummat nya Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam mencintai beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Maka janganlah kalian MENGAKU bahwa hanya diri kalian  yang mencintai Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, sementara yang lain kalian anggap TIDAK mencintai beliau.

Semoga Allah berikan mereka keturunan yang mencintai Tauhid dan Sunnah.

Allahummaghfir lana wal muslimin

Aku memohon kepada Allah Ta’ala agar meneguhkanku dan kalian dalam mengikuti agama ini sampai kita bertemu dengan-Nya dalam keadaan Allah Ta'ala ridha kepada kita.

Aamiin

✏ Yuni
Menjadi MUALLAF harus belajar syari'at islam dengan sungguh-sungguh agar tertanam dengan kuat islam dalam dada.

Dan mempelajari islam haruslah sesuai Al-Qur'an dan sunnah dengan pemahaman salafus shalih dalam beragama agar tidak tersesat dalam memahami ajaran islam.

Dan cara beragama islam yang benar hanya ada pada manhaj salaf. bukan yang lainnya.

Semoga saudara kita yang baru masuk islam / muallaf maupun yang sudah lama memeluk islam agar semakin dibukakan jalan dan pikiran untuk lebih mengetahui dan mencari jalan kebenaran dalam islam ini dengan manhaj salaf bukan yang lainnya.

Aamiin

______________
Saudarimu yang menunggumu di manhaj salaf
✏ Yuni

☝🌷🌷🌷🌷☝
SIKAPKU SEBAGAI PENUNTUT ILMU KETIKA MELIHAT DAN MENYIKAPI KESALAHAN SEORANG USTADZ AHLUSUNNAH

Pertama-tama aku harus sadar diri, WHO AM I ? siapakah aku ?

Apa kapasitasku jika aku membahas hal ini ?

Disini aku tersadar dan merasa bahwa aku hanya seorang penuntut ilmu yang apabila aku  mengeluarkan pendapat membahas hal tersebut, maka suaraku atau pendapatku tidaklah akan didengar dan tidak dianggap..alias tidak ada manfaatnya mungkin.

Maka dari itu aku lebih baik diam, lebih baik menyibukkan diri untuk lebih dalam menuntut ilmu, memahami ilmu.
Jangan sampai aku larut dan ikut meramaikan dengan  postingan-postingan yang bisa saja aku terjatuh dalam perbuatan mendzalimi orang lain.

Jangan sampai aku ikut larut komen sana komen sini tentang kesalahan seorang ustadz tersebut sehingga suasana tambah panas, bahkan mungkin tambah menimbulkan kekacauan antar penuntut ilmu.

Aku sadar sebagai penuntut ilmu terkadang mendahulukan perasaan daripada mendahulukan ilmu.

Sebaiknya aku ya cukup tahu saja bahwa ini kesalahannya begini, ini yang benarnya seperti ini ternyata. Oh begini ya seharusnya setelah dijelaskan oleh ustadz fulan yang lain misalnya.

Ya sudah begitu saja, Yang salah jangan diikuti pendapatnya. Namun orangnya ya tetap kita hargai. Kita hormati sebagai ustadz Ahlusunnah.

Biarlah tahdzir mentahdzir itu dilakukan oleh sesama ustadz.

Biarlah ustadz yang punya kapasitas yang berbicara dengan hujjah dan dalil yang benar. Dan kitapun sebagai penuntut ilmu semestinya bisa melihat mana yang haq dan mana yang bathil.

Ya sudah aku ya cukup menyimak saja, Jangan jadi kompor untuk memanas-manasi keadaan.

Dan harusnya seorang penuntut ilmu itu tahu kapan dia harus bersikap diam atau berbicara.

Penuntut ilmu itu dia harus tahu apakah ada maslahat atau tidak buat dirinya ketika dia berbicara atau diam.

Jangan lupa bertanyalah pada ustadz kita bagaimana kita harus bersikap dalam menyikapi hal tersebut, sehingga kita tidak sembrono dalam mengambil sikap.

Begitulah aku berusaha bersikap tatkala menghadapi dunia persilatan di facebook.

Wallahul Musta'an

Sekian dari saya yang faqir ilmu ini

✏ YUNI

➖➖➖📚📚➖➖➖
Bismillah..

Ana kalau copas status atau tulisan seseorang baik di FB maupun di sosmed lainnya selalu ana sertakan nama si pembuat status dibawahnya.
Nah ini namanya menjaga amanah ilmiah.

Tapi ana beberapa kali lihat dan baca tulisan  ana di copas oleh orang lain tanpa menyertakan sumbernya yaitu ana sebagai penulisnya pada postingan statusnya.

Bahkan pernah tulisan ana dishare di sebuah group yang ana lupa nama groupnya, pun mereka ga mencantumkan nama ana sebagai penulis aslinya. Ini ana ketahui setelah ana searching di mbah google karena saat itu ada yang seolah mengatakan ana yang copas tulisan orang lain dan menisbatkan diri ana sebagai penulis tulisan tersebut. PADAHAL orang tersebutlah yang mengcopas tulisan ana tanpa menyertakan nama ana sebagai penulis aslinya.

Sampai salah seorang teman ana yang punya Fanspage untuk dakwah sunnah di FB ini ikut menshare tulisan ana, agar ana tidak dituduh sebagai tukang copas tulisan orang. Sudah berlalu hal itu di akun lama ana.

Bahkan pernah ana baca tulisan ana di share di instagram dan si empunya akun itu malah menisbatkan tulisan ana tersebut kepada dirinya, seolah dia yang menulis tulisan tersebut. Padahal itu asli tulisan ana sendiri.
Dan sudah berlalu juga hal ini di akun lama ana.

Bahkan pernah ana mendapati tulisan ana di share oleh orang lain NAMUN tulisan ana di gabungnya dengan artikel dari sebuah website yang juga jadi rujukan ana untuk mendapatkan ilmu syar'i. Dan lagi-lagi si empunya akun tersebut tanpa menyertakan nama ana sebagai penulisnya.
Karena Waktu itu ana pakai akun lain dan Pas ana tanyakan padanya, kenapa ga mencantumkan nama sipenulis ? Al-Jawab si empunya akun adalah 👇👇

"BUKAN GA MAU MENCANTUMKAN NAMA SI PENULISNYA TAPI ANA GA TAHU MANHAJ SI PENULIS TERSEBUT JADI ANA GA MAU SEMBARANGAN MENYEBARKAN NAMA SIPENULIS YANG ANA RAGU MANHAJNYA".

Bagi ana itu jawaban yang sangat lucu plus aneh aja. Dia sudah lama berteman dengan akun ana yang dia copas tulisannya, dan dia juga pasti tahu ana sering share artikel dari website yang dia pun juga menjadikan website tersebut sebagai rujukan dalam mendapatkan ilmu syar'i. LALU kenapa dia bertanya soal manhaj ana ? kalau dia baru berteman dengan akun ana sih mungkin ana memaklumi. Tapi dia sudah lama berteman dengan akun ana.  Engkau meragukan manhajku tapi engkau membenarkan dan mempublikasikan tulisanku. Apalagi tulisanku engkau gabungkan dengan tulisan seorang ustadz sunnah yang sangat ilmiah dibanding tulisanku yang sangat receh. Ga gitu juga kali kalau mau dakwah.
Sebab tulisan ana yang tidak ada apa-apanya rasanya tidak pantas engkau gabungkan dengan tulisan seorang ustadz yang sangat ilmiah tersebut.

Bukannya ana ga ikhlas karena tulisan ana di copas orang lain dan tidak menyertai nama ana sebagai penulisnya. Namun :

Pertama, ini soal amanah ilmiah yang hendaknya kita menjaganya, dan memperhatikan hal ini termasuk adab dalam dunia tulis menulis. Walaupun mungkin tulisan ana jauh banget dari kata ilmiah, Tapi paling tidak kita tidak menisbatkan tulisan orang lain kepada diri sendiri. Kalau pun ga mau menulis nama si penulis asli maka cukuplah kita tulis dibawah tulisan tersebut dengan kata "COPAS". Nah ini lebih baik menurut ana.

Kedua, Jika anda mengatakan ana gila pujian maka ana katakan bahwa ana tidak gila pujian. Jangan salah menuduh kalau ana gila pujian, itu otak anda yang absurd kalau gitu. Ga mau tabayyun ke ana.

Ketiga, ana tidak pernah mempermasalahkan tulisan ana mau di copas TANPA menyertakan nama ana sebagai penulis atau pembuat status, it's okey. no problem buat ana.

Namun disaat ada suatu MOMENT seolah ana yang mengcopas tulisan orang lain dan seolah mengatakan ana tidak menyertakan sumber penulisnya, maka disini letak masalahnya bagi ana. Sebab ana tidak nyaman dengan moment seperti itu. Bahkan "sempat ada yang inbox menanyakan kenapa ana tidak menyertakan penulis aslinya atas tulisan yang ana share ?"

Ana jawab saja " Kan ana sendiri sebagai penulisnya, ngapain nisbatkan tulisan ana atas nama orang lain ?"

Gitu sedikit ceritanya.

Nah inilah makanya ana buat klarifikasinya.

Walaupun klarifikasi ini UNFAEDAH namun ana tetap akan sampaikan seperti ini.

Sekian.
TAHU DIRI
➖➖➖➖

Didunia maya semua orang punya kesempatan sama untuk mengungkapkan apa yang ada di benaknya. Membuat status sesuai apa yang ada di benaknya. Punya hak untuk berkomentar.

Namun masalah timbul ketika kita berkomentar untuk suatu urusan yang bukan keahlian kita untuk mengomentari urusan tersebut. Bahkan bisa jadi kita bodoh terhadap apa yang hendak kita komentari, tapi karena kita sok tahu dan tak bisa menahan jempol akhirnya kita ikut berkomentar. Maka yang terjadi timbullah kegaduhan dan kesalah fahaman.

Kebodohan seharusnya membuat semangat untuk belajar dan menahan diri dari sok tahu mengomentari segala hal yang bukan kapasitasnya. Untuk berhenti menanggapi hal yang tidak dia dipahami dan kuasai dengan baik. Harus diingat pula, manusia senantiasa dalam keterbatasan. Tapi bukan berarti tidak mau mencari tahu. Pandai dalam segala hal adalah sesuatu yang mustahil bagi kita sekarang. Sehingga, yang dibutuhkan adalah rasa tahu diri akan kapasitas diri sendiri.

Tetaplah semangat  dalam menuntut ilmu agama yang syar'i. Tetaplah semangat dalam mendidik diri kita dan generasi kita dengan ilmu sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman salafus shaleh. Berpegang teguhlah dengan keduanya.

Semoga kita bukan termasuk Ruwaibidhah Dunia Maya maupun Dunia Nyata.


Wallahu ta'ala a'lam bish-shawab

~~Yuni~~

🌷🌷🌷🌷🌷